Bengkala, Kampung Bisu di Bali yang Semua Penduduknya Menggunakan Bahasa Isyarat
Bengkala, Kampung Bisu di Bali yang Semua Penduduknya Menggunakan Bahasa Isyarat |
Hampir sama seperti tempat tinggal di daerah di atas, Kampung yang berada di Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, Bali ini sangat berbeda dan memiliki keistimewaan tersendiri. Mungkin bisa jadi hanya satu-satunya di dunia. Mengapa begitu? Yap, kampung yang dijuluki ‘Kampung Bisu’ ini dihuni oleh para penduduk yang berbicara dengan bahasa isyarat. Mengenai penjelasan lengkap, beginilah kehidupan mereka.
Asal mula kampung Bengkala
Dalam bahasa Bali sendiri, orang yang difabel (bisu dan tuli) disebut sebagai kolok. Berdasarkan mitos yang sudah dipercaya, dulunya ada dua kelompok yang berbeda keyakinan, salah satu kelompok menentang untuk menyembah dewa dan mereka memilih keluar dari kampung tersebut. Namun, saat mereka telah pergi, kelompok pertama memanggil kembali untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Walau berulang kali dipanggil, semua teriakan tak diperdulikan. Karena kesal, kelompok tersebut mengutuk anak keturunan mereka kelak ditulikan. Konon katanya, kelompok yang keluar dari daerah tersebut adalah penduduk yang menghuni Bengkala (kampung kolok) sekarang.
Kolok bukan karena faktor keturunan
Dari segi letak administrative, Bengkala masuk ke dalam kategori tempat yang cukup terpencil. Meskipun begitu, penduduk yang menghuni tempat ini cukup banyak,sekitar 3000 orang. Jumlah penduduk yang lahir dengan kondisi difabel juga lumayan banyak. Anehnya, hal tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan Saboom. Buktinya, ada anak yang menderita kolok sedangkan kedua orangtua mereka adalah pasangan normal, sebaliknya ada yang pasangan difabel tetapi melahirkan bayi normal. Dalam kesamaan kasus, hal ini hampir mirip dengan anak-anak Albino di Garut. Mengenai fenomena ini, akan sangat baik jika ada Ilmuwan yang mau meneliti dan ditinjau dari segi sains.
Semua warga bisa berbahasa isyarat
Bahasa kolok sudah populer selama beberapa abad lalu. Walaupun tidak semua penduduknya tuli dan bisu, mereka tetap mempelajari bahasa isyarat loh. Jadi, tak heran jika orang yang normal memilih berbicara dengan bahasa tersebut. Isyarat yang mereka pakai juga sangat sederhana, misalnya saja ketika mau makan, mereka akan mengarahkan tangan ke mulut kemudian memegangi perut. Hal ini juga tentu untuk menghormati orang yang memiliki keterbatasan tersebut.
Tidak mengalami diskriminasi
Selama ini kita selalu menemukan orang yang diperlakukan secara tidak adil saat ia berstatus difabel. Namun, hal ini tidak terjadi di Desa Bengkala. Orang-orang yang normal dan memiliki keterbatasan tetap berkomunikasi secara santun satu sama lain, mereka diperlakukan secara hormat dan tidak mengalami bully. Di daerah ini sendiri bahkan didirikan sekolah khusus untuk memfasilitasi mereka untuk belajar tanpa diikat oleh usia. Siapapun yang mau belajar dipersilakan, guru yang normal pun menggunakan isyarat. Dari segi pekerjaan, mereka yang bisu dan tuli tetap mendapat tempat yang sama dan layak untuk berkarya.
Dari kampung tersebut mungkin teman-teman bisa belajar banyak hal. Seseorang yang tidak sempurna bisa lebih percaya diri, tidak merasa asing jika diperlakukan sama seperti manusia normal pada umumnya. Hidup berdampingan dengan mereka yang punya keterbatasan seharusnya membuat kita bisa saling berbagi banyak hal di luar kehidupan sebagai orang normal.
Post a Comment